Rabu, 23 Maret 2011

proses terjadinya pengenceran dan pemekatan urine

a. Mekanisme Pengenceran
Ð Di pengaruhi oleh ADH (anti duretik hormon) dan aldosteron.
Ð ADH dan aldosteron menyebabkan meningkatnya permeabilitas tubulus sehingga akan meningkatkan reabsorsi air.
Ð Hal ini akan menyebabkan volume urin menurun.
Ð Apabila ADH jumlahnya menurun, maka reabsorsi air menurun akibatnya jumlah urin meningkat.
Ð Hal-hal yang menyebabkan ADH naik.:
1) Maningkatkan asmolalitas plasma
2) Penurunan volume dan tekanan darah
Ü Hal-hal yang menyebabkan ADH turun:
1) Penurunan asmolalitas plasma
2) Peningkatan volume dan tekanan darah

Ini diatur oleh sistem autoregulasi ginjal, yaitu melalui tubuloglomerular feedback pada jukstaglomerolus terutama pada makula densa di tubulus distal yang menimbulkan vasokonstriksi dan vasodilatasi kapiler afferen dan efferen, yang akan mempertahankan laju filtrasi tetap normal pada MAP antara 70 - 160 mmHg. Namun perubahan tekanan darah akan menyebabkan produksi urin yang meningkat walaupun laju filtrasi tetap normal, karena adanya mekanisme reabsorpsi dan sekresi dari tubulus ginjal.
b. Mengetahui mekanisme pemekatan dan pengentalan urine!
Apabila permeabilizas terhadap air tinggi, maka sewaktu bergerak ke bawah melalui interstisium yang pekat, air akan berdifusi keluar duktus pengumpul dan kembali ke dalam kapiler peritubulus. Hasilnya adalah penurunan ekskresi air dan pemekatan urin. Sebaliknya apabila permeabilizas terhadap air rendah, maka air tidak akan berdifusi keluar duktus pengumpul melainkan akan diekskresikan melalui urin, urin akan encer.
Permeabilizas duktus pengumpul terhadap air ditentukan oleh kadar hormone hipofisis Posterior, hormon antidiuretik (ADH), yang terdapat di dalam darah. Pelepasan ADH dari hipofisis posterior meningkat sebagai respons terhadap penurunan tekanan darah atau peningkatan osmolalitas ekstrasel (penurunan konsentrasi air). ADH bekerja pada tubulus pengumpul untuk meningkatkan permeabilizas air. Apabila tekanan darah rendah, atau osmolalitas plasma tinggi, maka pengeluaran ADH akan terangsang dan air akan direasorbsi ke dalam kapiler peritubulus sehingga volume dan tekanan darah naik dan osmolalitas ekstrasel berkurang. Sebaliknya, apabila tekanan darah terlalu tinggi atau cairan ekstrasel terlalu encer, maka pengeluaran ADH akan dihambat dan akan lebih banyak air yang diekskresikan melalui urin sehingga volume dan tekanan darah menurun dan osmolalitas ekstrasel meningkat. (Corwin, 2000).
c. proses terjadinya poliuri
 Poliuri adalah volume urin yang berlebihan,biasanya di atas 3 L/hari. Meningkatnya volume urin bisa disertai gejala sering buang air kecil. , nokturia, haus, dan polidipsia. Keluhan utama poliuria harus ditindaklanjuti dengan hati-hati karena bisa disebabkan oleh penyakit serius.
Beberapa kelainan bisa menybabkan poliuri,yang paling sering adalah diabetes mellitus dimana kenaikan konsentrasi glukosa memiliki efek diuretik osmotik. Penyebabnya bisa dikelompokkan sebagai berikut :
  1. Intake cairan berlebihan,misalnya pada polidipsia primer. Keadaan ini sering berhubungan dengan gangguan psikologis yang menyebabkan pasien minum air secara kompulsif. Walaupun sangat jarang, adanya lesi hipotalamus struktural bisa menyebabkan polidipsia primer.
  2. Peningkatan muatan cairan tubular, misalnya ureum pada gagal ginjal kronis atau glukosa akibat hiperglikemia pada diabetes mellitus.
  3. Gradien konsentrasi medula yang terganggu akibat penyakit medula ginjal seperti nerokalsinosis, nefropati analgetik, nekrosis papiler ginjal atau penyakit kistik medula.
  4. Menurunnya produksi hormon antidiuretik (ADH) (diabetes insipidus) yang bisa terjadi setelah trauma kepalaatau tumor atau infeksi hipotalamus atau hipofisis. Keadaan-keadaan tersebut akan menginduksi  diabetes insipidus kranial.
  5. Keadaan di mana respon tubular terhadap ADH terganggu. Keadaan ini disebut “diabetes insipidus nefrogenik” dan diantaranya adalah hiperkalsemia,menurunnya kalium,toksisitas litium dan bentuk insensitivitas ADH turunan yang jarang ditemukan yang diturunkan secra resesif terpaut kromosom X
  6. Setelah sembuh dari obstruksi saluran kemih
 Nama : Erna. Farida
Nim     : 05200ID09130


A.Format Pengkajian Pada sistem perkemihan


Menurut Wolf dan Weltzel, proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan, dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan, dan dinamis. (Effendi, Nasrul. 1995 : 2)
Proses keperawatan tersebut dalam pelaksanaannya harus berkesinambungan, karena proses keperawatan ini meliputi beberapa tahap yaitu :
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Data Biografi
Perlu dikaji umur, jenis kelamin, dan pekerjaan
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan CRF biasanya datang dengan keluhan nyeri pada pinggang, buang air kecil sedikit, bengkak/edema pada ekstremitas, perut kembung, sesak.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji riwayat pada perkemihan, riwayat penyakit ginjal sebelumnya, riwayat menggunakan obat-obatan nefrotoksik, kebiasaan diet, nutrisi, riwayat tidak dapat kencing, penggunaan hormon.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit CRF seperti hipertensi, diabetes mellitus, sistemik lupus eritematosa, arthritis dan kanker.


3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Pada klien CRF pola aktivitas sehari-hari meliputi pola makan sebelum sakit yang sering dikonsumsi oleh klien yang merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya CRF seperti makanan yang tinggi natrium, kalium, kalsium sedangkan pola makan selama sakit biasanya mengalami penurunan frekuensi dan porsi karena klien mengalami mual. Pada klien dengan CRF harus dikaji kebiasaan minum yang kurang dari kebutuhannya dan yang dapat memperberat penyakitnya seperti kopi, teh dan alkohol, selama sakit biasanya intake dibatasi sesuai output. Eliminasi BAK biasanya ditemukan BAK yang sedikit sampai ditemukan oliguri sedangkan BAB biasanya tidak ada perubahan kecuali pada klien dengan penurunan aktivitas. Sebelum sakit biasanya kebutuhan personal hygiene klien tidak ada perubahan sedangkan selama sakit personal hygiene klien menjadi terganggu karena adanya kelemahan.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan
Pada klien dengan CRF ditemukan adanya tachipnoe, pernafasan kusmaul, uremic, halitosis, edema paru dan efusi pleura.
b) Sistem Kardiovaskuler
Pada klien dengan CRF biasanya ditemukan adanya hipertensi, gagal jantung kongestif, edema pulmoner, perikarditis.
c) Sistem Pencernaan
Pada klien dengan CRF biasanya ditemukan adanya anoreksia, nausea, vomiting, cegukan, rasa metalik tak sedap pada mulut, ulserasi gusi, perdarahan gusi/tidak, nyeri ulu hati, distensi abdomen, konstipasi.
d) Sistem Genotiurinaria
Pada klien dengan CRF awal ditemukan adanya poliuri dan nokturi, selanjutnya berkembang menjado oliguri dan anuri, terdapat proteinuria, hematuria, perubahan warna urine (kuning pekat, merah, cokelat).
e) Sistem Muskuloskeletal
Pada klien dengan CRF biasanya ditemukan kelemahan otot, kejang otot, nyeri pada tulang dan fraktur patologis.
f) Sistem Integumen
Penurunan turgor kulit, hiperpigmentasi, pruritis, echimosis, pucat.
g) Sistem Persyarafan
Pada klien dengan CRF biasanya ditemukan letargi, insomnia, nyeri kepala, tremor, koma.
5) Data Psikososial
Klien dengan CRF biasanya ditemukan adanya rasa takut, marah, cemas, perasaan bersalah dan kesedihan. Respon emosional pada klien CRF mungkin disebabkan karena perubahan body image takut akan terjadinya disfungsi seksual dan ketakutan akan kematian.
6) Data Spiritual
Pada klien dengan CRF biasanya ditemukan ketidakmampuan beribadah seperti biasa.
7) Data Penunjang
a) Laboratorium
(1) Urine
(a) Volume biasanya oliguri dan anuri
(b) Warna urine keruh, sedimen kotor atau kecokelatan
(c) Berat jenis menurun
(d) Osmolalitas menurun
(e) Klirens kreatinin menurun
(f) Natrium meningkat
(g) Protein meningkat
(2) Darah
(a) Serum kreatinin meningkat
(b) Blood urea nitrogen meningkat
(c) Kadar kalium meningkat
(d) Hematokrit menurun
(e) Hemoglobin menurun
(f) Natrium, kalsium menurun
(g) Magnesium/posfat meningkat
(h) Protein (khususnya albumin menurun)
(i) pH menurun
b) Pyelogram Retrograd menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
c) Arteriogram mengidentifikasi adanya massa
d) Ultrasonoginjal menentukan ukuran ginjal, adanya massa, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
e) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
b. Analisa
Analisa data merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan pengelompokkan data dan menginterpretasikan kelompok data tersebut. Kemudian dibandingkan dengan standar normal sehingga dapat menentukan masalah. Dalam menganalisa data harus divalidasi kembali setelah itu dikelompokkan ke dalam data subjektif dan objektif, kemudian diidentifikasi pada masalah dan penyebab.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang jelas tentang masalah klien dan penyebabnya. Selain itu harus spesifik berfokus pada kebutuhan klien dengan mengutamakan prioritas dan diagnosa yang muncul harus dapat diatasi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Gangguan Sistem Perkemihan : Gagal Ginjal Kronis ( CRF ) menurut Marilynn E. Doenges, Barbara Engram, dan Brunner and Suddart adalah sebagai berikut :
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa.
5) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
6) Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskular sistemik; ketidakseimbangan elektrolit; akumulasi toksin (urea)
7) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam tubuh, edema/dehidrasi, penurunan aktivitas/mobilisasi
8) Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan, sistem pendukung tidak adekuat

2. Perencanaan
Perencanaan adalah merupakan suatu proses kegiatan merencanakan asuhan keperawatan untuk membantu memenuhi kebutuhan kesehatan klien dan mengatasi masalah keperawatan. Pada perencanaan mengandung unsur promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan melibatkan klien dan keluarga. Selain itu dalam merencanakan suatu tindakan harus berorientasi pada tujuan dan sesuai dengan etiologi. Sesuai dengan diagnosa yang dirumuskan diatas, maka dapat dirumuskan pula tujuan dan intervensi keperawatan, yaitu :
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perubahan-perubahan berat badan badan yang lambat
- Mempertahankan pembatasan diet dan cairan
- Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema
- Menunjukkan tanda-tanda vita normal
- Menunjukkan tidak adanya distensi vena leher
- Melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas atau tidak terjadi napas pendek
- Melakukan hygiene oral dengan sering
- Melaporkan penurunan rasa haus
- Melaporkan berkurangnya kekeringan pada membran mukosa mulut

2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Hasil yang diharapkan :
- Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis tinggi
- Memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet
- Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
- Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia dan tidak menimbulkan rasa kenyang
- Menjelaskan dengan kata-kata sendiri rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan kadar kreatinin dan urea
- Mengkonsulkan daftar makanan yang dapat diterima
- Melaporkan peningkatan nafsu makan
- Menunjukkan tidak adanya perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat
- Menunjukkan turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin plasma dapat diterima

3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan hubungan antara penyebab ginjal dan konsekuensinya
- Menjelaskan pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan regulasi ginjal
- Menyatakan hubungan antara gagal ginjal dengan kebutuhan penanganan menggunakan kata-kata sendiri
- Menanyakan tentang pilihan terapi, yang merupakan petunjuk kesiapan belajar
- Menyatakan rencana untuk melanjutkan kehidupan normalnya sedapat mungkin
- Menggunakan informasi dan instruksi tertulis untuk mengklarifikasi pertanyaan dan mencari informasi tambahan
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Hasil yang diharapkan :
- Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan
- Melaporkan peningkatan rasa sejahtera
- Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian
- Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih

5) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
Tujuan : Memperbaiki konsep diri
Hasil yang diharapkan :
- Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan; penggunaan tenaga yang berlebihan)
- Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya terhadap penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan
- Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat gagal ginjal
- Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

6) Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskular sistemik; ketidakseimbangan elektrolit; akumulasi toksin (urea)
Tujuan : Mempertahankan curah jantung
Hasil yang diharapkan :
- Tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal
- Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler

7) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam tubuh, edema/dehidrasi, penurunan aktivitas/mobilisasi
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan /cedera kulit

8) Risiko tinggi terhadap ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan, sistem pendukung tidak adekuat
Hasil yang diharapkan :
- Mendemonstrasikan keinginan untuk mengikuti program terapeutik perawatan di rumah yang dianjurkan
- Mengungkapkan pemahaman tentang instruksi pulang, mendemonstrasikan kemampuan untuk merawat sisi akses vaskuler

3. Pelaksanaan
Implementasi atau pelaksanaan merupakan perwujudan dari rencana yang sudah dibuat sendiri dengan masing-masing diagnosa keperawatan, yang sesuai dengan sarana dan prasarana yang ada. Perawat menerapkan keterampilan, sikap, dan pengetahuannya sesuai dengan ilmu pengetahuan. Pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan masalah yang muncul, dapat bersifat dependen maupun kolaboratif. Adapun pelaksanaan harus memperhatikan :
a. Sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan.
b. Sesuai dengan prioritas tindakan.
c. Pencatatan ditulis dengan jelas, ringkas, istilah baik dan benar serta dengan menggunakan kata kerja.
d. Mencantumkan paraf/nama jelas dan waktu pelaksanaan tindakan.

4. Evaluasi
Tahap Evaluasi atau tahap penilaian adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. (Effendi, 1995 : 40)
Evaluasi dikategorikan sebagai formatif dan sumatif. Evaluasi formatif terjadi secara periodik selama pemberian perawatan; sedangkan evaluasi sumatif terjadi pada akhir aktivitas, seperti : di akhir penerimaan, pemulangan atau pemindahan ke tempat lain, atau di akhir kerangka waktu tertentu, seperti di akhir sesi penyuluhan.



Nama: Rida Rohayanti
NIM: 052001D09146








Tidak ada komentar:

Posting Komentar