Minggu, 24 April 2011

askep haemodialisa.

  PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang

Menurut Price dan Wilson (1995) Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat (Tisher & Wilcox, 1997). Alat dialisis juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran semipermeabel. Hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006). Pasien hemodialisa sangatlah tergantung dengan mesin semasa sisa umurnya. Dalam pelaksanaan hemodialisa sangatlah banyak komplikasi dan kemungkinan yang terjadi, sehingga diperlukan asuhan keperawatan untuk membantu pasien menjalani hemodialisa dengan komplikasi yang minimal.

2.     Tujuan

Tujuan pembuatan laporan pendahuluan pasa Asuhan Keperawatan pasien Hemodialisa adalah :

a.     Mengerti dan memahami tentang proses hemodialisa, indikasi, kontra indikasi dan komplikasi yang mungkin terjadi pada saat hemodialisa.
b.     Mengetahui masalah keperawatan yang muncul pada saat hemodialisa.
c.      Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan hemodialisa.
di posting oleh : erna farida

Peritoneum Dialisis

Dialisis perotoneum adalah dialisis yang menggunakan membran peritoneum sebagai sarana petukaran cairan dialisis; berbeda dengan hemodialisis yang melalui pembuluh darah. Tujuan dialisis ialah mengeluarkan zat-zat toksik dari tubuh seperti ureum yang tinggi pada GGA atau GGK, atau racun didalam tubuh dan lain sebagainya.

Indikasi
Dibedakan indikasi klinik dan biokimis


Indikasi Klinik:
Gagal ginjal
Akut, ditandai dengan oliguriamendadak dan gejala uremia.
Kronik, gunanya untuk menopang kehidupan selama pasien dalam pengawasan atau untuk rencana transplantasi ginjal.
Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gagngguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keracunan obat mendadak dan perlu mengeluarkan obat tersebut.
Gejala uremia mayor. Yang menunjukan adanya gagal ginjal akut/kronik yang telah terminal dengan gejala:
Muntah sering, kejang, disorientasi, somnolen sampai koma.
Tanda hidrasi berlebihan: edema paru, gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali.
Perdarahan.
Indikasi Biokemis
Ureum darah lebi dari 250 mg%. Ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi diperlukan pemeriksaan ureum secara teratur selama dialisis.
Kalium darah lebih dari 8 mEq/L. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8 mEq/L dapat menimbulkan atetmia jantung yang fatal.
Bikarbonat darah kurang dari 12 mEq/L. Kadar bikarbonat darah yang rendah akan merupakan peluang terjadinya asidosis metabolik. Kadar bikarbonat plasma yang rendah secara klinik ditunj8ukan adanya pernafasan yang cepat dan dalam. Kontraindikasi mutlak pada hakekatnya tidak ada, tetapi harus hati-hati terhadap kemungkinan adanya peritonitis lokal, fistel atau kolostomi, penyakit abdomen, anastomosis pembuluh darah besar abdomen, perdarahan yang sukar diatasi.
Dialisis dilakukan dokter di kamar yang aseptik.


Persiapan yang diperlukan
Persiapan cairan dialisis
Cairan untuk dialisis ada tersendiri adalahg dexterose yang berkadar 1,5%, 4,25% dan 7%. Selain itu harus tersedia larutan KCL, larutan  Natrium-Bikarbonat, Albumisol dan heparin 10 mg/ml. Untuk infus biasa diperlukan glukosa 5%-10%.
Alat-alat untuk tindakan dialisis
Set untuk dialisis (terdiri dari: Selang/kateter khusus yang telah dilengkapi denga klem. Kateter tersebut dimasukan kedalam rongga peritoneum dan bagian sebelah luar salah satu cabangnya dihubungkan dengan penampung urine (urine bag) atau kantong plastyikkhusus yang ada skalanya dan cabang yang lain ke botol cairan.
Stylet atau bisturi kecil, trokar yang ssuai dengan ukuran kateter, pinset
Sarung tangan steril
Kasa dan kapas lidi steril
Arteri klem 2
Spuit 2 cc, 5 cc, 10 cc dan 20 cc
Desinfektan: yodium/betadin 10% alkohol 70%
Novocain 2%
Gunting, plester, pembalut
10.Pengukat tanan atau kaki
11.Bengkok
12.Kertas untuk catatan
13.Tempat pemanas cairan yang harus selalu terisi air panas (khusus bila ada untuk pemanas cairan yang elektrik).
Persiapan pasien
Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan moril agar pasien tidak takut. Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan kulit pada permukaan perut sampai di daerah simpisis dibersihkan dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres dengan alkohol 70% sampai dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar kompres tetap di tempatnya.
Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien disuruh berkemih atau dipasang kateter. Pasang pengikat pada tangan dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan jangan terlalu kencang).




Pelaksanaan Dialisis
Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal kateter dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan dialisis yang digantungkan pada sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan dengan selang cairan dialisis). Pasang klem pada selang pembuangan ini.
Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis; memasukan cairan ini berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan. Setelah cairan habis klem ditutup biarkan cairan berada didalam rongga peritoneum selama 30 menit. Banyaknya cairan yang dimasukan dimulai dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2 leter. Sesudah 30 menit.
Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu 15 menit. Jika tidak ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang keluar harus sebanding dengan yang dimasukan.Pada uumnya kurang sedikit; tetapi jika trlalu banyak perbdaannya harus memberitahukan dokter.
Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan selanjutnya dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36 kali sesuai dengan hasil pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam selama dialisis berlangsung. Tesimeter dipasang menetap dan diukur secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan melihat perkembangan pasiennya).
Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan. Untuk mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol cairan dialisis ditambahkan 1.000 Unit Heparin. Biasanya dilakukan terutama pada permulaan dialisis.


Komplikasi dialisis
Komplikasi dialisis dapat terjadi disebabkan karena drainase, infeksi, syndrom di sekuilibrium dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan. Komplikasi tersebut adalah:
Nyeri abdomen berat.
Biula terjadi saat pengisian abdomen. Tindakannya selang segera di jepit (diklem), pasien diubah posisinya misalnya didudukan. Jika tidak ada perbaikan kateter harus diperbaiki (oleh dokter). Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptur peritoneum.
Bila mengikuti drainase, isi kembali ke ruang abdomen dengan sebagian dialisat.
Penyumbatan drain.
Urut perut pasien dan ubah posisi pasien.
Manipulasi kateter atau suntikan 20 ml dialisat dengan kuat untuk membebaskan sumbatan.
Bila gagal, pindahkan kateter pada posisi lain.
Berikan heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan merendahkan fibrin.
Kontrol dengan pemeriksaan sinar x.
Bila ada perdarahan intraperitoneum yang masuk ke dalam kateter, kontrol kadar hematokit dialisat untuk menilai lama dan beratnya pendarahan.
Hipokalsemia; dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/L kalsium per liter dialisat.
Hidrasi berlebihan dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat badan pasien akan turun 0,5-1% setiap hari. Jika meninggi berikan dialisat dextrose 2-7 % atau ke dalam cairan dialisat ditambahkan cairan dextrose 1,5% dan 7% berganti-ganti atau bersama-sama dengan perbandingan 1:1.
Hipovolemia dapat diketahui denga mengukur tekanan darah dan mengawasi tanda-tanda renjatan. Jika ada berikan albumin 5% secara intravena atau infus dengan NaCl 0,9%.
Hipokalemia ditentukan dengan cara mengukur kadar kalium darah dan mengawasi perubahan EKG yang terjadi (gejalanya: perut kembung, nadi lemah).
Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau berwarna. Peritonitis terjadi biasanya karena kuman gram negatif atau streptococus aures. Berikan antibiotik.
Hiperglikemi terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah meningkat, koreksi dengan memberikan insulin dengan dosis yang sesuai.
Hipoproteinemia timbul karena keluarnya protein dalam dialisat. Bila terjadi, tindakannya diberikan albumin atau plasma.
10.Pneumoni dan atelektasis diberikan pengobatan baku.


Sindrom disekuilibrium dialisis lebih sering terjadi pada hemodialisis. Dapat terjadi selama dialisis atau setelah 24 jam pertama yang ditandai oleh gejala kelemahan umum, mengantuk, bingung. Lebih berat terdapat gejala tegang, hipertensi, berhentinya pernafasan dan denyut jantung. Diduga patogenesisnyan karena meningginya osmolalitas cairan serebrospinal dibandingkan dengan cairan eksrtaseluler. Perbedaan osmolalitas menyebabkan masuknya cairan kedalam otak. Sindrom ini diatasi dengan pemberian glukosa hpertoik secara intravena dan diharap dapat mengubah perbedaan osmolalitas hingga kembali normal.
Dapat terjadi, hiperglikemih nonketon sebagai akibat pengaruh osmosis glukosa yang memasuki ruang ekstraseluler selama dialisis yang tidak dimetabolisme secara sempurna pada saat uremia. Kadar glukosa dapat melampaui 500mg%. Untuk menurunkan kadar tersebut diperlukan insulin. Jika menggunakan cairan yang 7% dapat terjadi dehidrasi ekstraseluyler dan deplesi volume pembuluh darah yang menimbulkan renjatan.


Penatalaksanaan
Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadi komplikasi dan gagguan rasa aman dan nyaman.
Risiko komplikasi
Pasien yang dilakukan dialisis adalah pasien yang sakit payah sedangkan dialisis merupakan tindakan yang penuh resiko dengan berbagai komplikasi. Oleh karena itu pasien yang dilakukan tindakan dialisis memerlukan pengawasan yang cermat. Untuk ini biasanya diperlukan 1-2 tenaga khusus yang selalu ada di tempat dialisis.
Adanya berbagai komplikasi dari sakit perut, perut kembung, kejang, renjatan sampai dengan koma, maka pasien memerlukan pengawasan tanda-tanda pital setiap saat. Tekanan darah diukur stiap jam, bila perlu lebih sering, oleh karena itu tensi meter dipasang tetap. Juga menghitung nadi pernapasan serta suhu dilakukan lebih sering sesuai dengan keadaan pasien. Jika terjadi hal-hal yang tidak semestinya pada pelaksanaan dialisis (yang memasukan dan mengeluarkan cairan dialisa perawat) setelah dilakukan tindakan sesuai petunjuk dokter pada daftar dialisis supaya segera menghubungi dokter. Pengawasan tanda-tanda vital dan gangguan yang terjadi selama dialisis (bila ada) selalu dicatat dalam catatan khusus. Jumlah urine yang sebelum dibuang juga dicatat. Perhatikan sesuai atau tidak. Obat-obatan diberikan sesuai petunjuk. Dan harus selslu disediakan obat yang diperlukan sewaktu-waktu. Juga alat untuk EKG. Ureum dikontrol setiap 3 jam/6 jam sesuai petunjuk dokter atau melihat keadaan pasien. Berat badan ditimbang setiap 8 jam. Setelah dialisis selesai, luka ditutup denan kasa steril yang diolesi dengan salep antibiotik, diplester kemudian pasien dipasang gurita.Selama 24 jam berikutnya, pasien diobservasi terus karena komplikasi masih mungkin terjadi.
Gangguan rasa aman dan nyaman
Tindakan dialisis tentu merupakan hal yang menakutkan pasien, selain timbul rasa sakit juga takut melihat alat-alatnya. Biasanya dialisis dilakukan diruangan khusus jika tidak di ICU. Oleh karena itu jika pasien tidak payah atau koma perlu pendekatan yang baik. Berikan dorongan agar tidak takut dan jelaskan mengapa perlu dilakukan dialisis. Untuk memberikan rasa aman biasanya orang tua di izinkan menunggu. Selama dialisis pasien boleh makan dan minum, dan keluarga boleh membantu memberikannya. Dengan adanya keluarga disisinya dan perhatian dari perawatnya gangguan rasa aman dan nyaman dapat dikurangi


DAFTAR PUSTAKA
Blake, Wright, Waetchter, Anomalous Formation of the Genito Tract, Edisi VIII, USS. 1970.






diposting oleh :
AiWastika/05200ID09121

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TROUMA GINJAL

ASKEP TRAUMA GINJAL

BAB I

KONSEP MEDIS

A.     DEFINISI

Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.

B.     ETIOLOGI

1.    Trauma abdomen.
2.    Trauma punggung.

Mekanisme trauma pada ginjal perlu diperhatikan benar oleh klinis. Berikut adalah mekanisme yang umumnya terjadi pada trauma ginjal;

1.    Trauma tembus
2.    Trauma tumpul
3.    Iatrogenic
4.    Intraoperatif
5.    Lain-lain

C.     KLASIFIKASI

1.    Trauma renal minor mencakup kontusi, hematom dan beberapa laserasi dikorteks ginjal.
2.    Cedera renal mayor mencakup laserasi mayor disertai rupture kapsul ginjal.
3.    Trauma vaskuler (renal kritikal) meliputi laserasi multiple yang parah pada ginjal disertai cedera panda suplay vaskuler ginjal.

Diposting oleh: Rida rohayanti 
Kelas : 2-D
052001D09146

Gagal Ginjal Kronik

Gagal Ginjal Kronik

A. PENGERTIAN


Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
• Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
• Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

H. PATHWAY

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.


J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC


Diposting oleh:Erna farida 
kelas: 2-D
052001D09130

Cangkok ginjal

Cangkok Ginjal

<p>Your browser does not support iframes.</p>
Transplantasi (cangkok) ginjal adalah proses pencangkokan ginjal ke dalam tubuh seseorang melalui tindakan pembedahan. Ginjal baru bersama ginjal lama yang fungsinya sudah memburuk akan bekerja bersama-sama untuk mengeluarkan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Proses Transplantasi Ginjal
Dokter bedah akan meletakkan ginjal di dalam perut sebelah bawah, kemudian menghubungkan pembuluh darah dan saluran kencing (ureter) ginjal baru tersebut ke pembuluh darah dan ureter penderita. Setelah terhubung, ginjal akan dialiri darah yang akan dibersihkan. Air kencing (urine) biasanya langsung diproduksi. Tetapi beberapa keadaan, urine diproduksi bahkan setelah beberapa minggu.
Ginjal lama kita yang dua buah akan dibiarkan di tempatnya. Tetapi jika ginjal tersebut menyebabkan infeksi atau menimbulkan penyakit darah tinggi, maka harus diangkat.
Persiapan Transplantasi
Bicarakan dengan dokter anda mengenai transplantasi yang akan dijalani, karena tidak semua orang cocok untuk transplantasi. Beberapa kondisi dapat membuat proses transplantasi berbahaya atau tidak mungkin berhasil.
Ginjal baru dapat diperoleh dari donor yang baru saja meninggal dunia, atau dari donor hidup. Donor hidup bisa keluarga, bisa juga bukan - biasanya pasangan atau teman. Jika anda tidak memiliki donor hidup, anda akan dimasukkan ke dalam daftar tunggu untuk memperoleh ginjal dari donor meninggal. Masa tunggu tersebut dapat berlangsung bertahun-tahun.
Petugas transplantasi akan mempertimbangkan tiga faktor untuk menentukan kesesuaian ginjal dengan penerima (resipien). Faktor tersebut akan menjadi tolak ukur untuk memperkirakan apakah sistim imun tubuh penerima akan menerima atau menolak ginjal baru tersebut.
  1. Golongan darah. Golongan darah penerima (A,B, AB, atau O) harus sesuai dengan golongan darah donor. Faktor golongan darah merupakan faktor penentu kesesuaian yang paling penting.
  2. Human leukocyte antigens (HLAs). Sel tubuh membawa 6 jenis HLAs utama, 3 dari ibu dan 3 dari ayah. Sesama anggota keluarga biasanya mempunyai HLAs yang sesuai. Resipien masih dapat menerima ginjal dari donor walaupun HLAs mereka tidak sepenuhnya sesuai, asal golongan darah mereka cocok, dan tes lain tidak menunjukkan adanya gangguan kesesuaian.
  3. Uji silang antigen. Tes terakhir sebelum dilakukan pencangkokan adalah uji silang organ. Sejumlah kecil darah resipien dicampur dengan sejumlah kecil darah donor. Jika tidak terjadi reaksi, maka hasil uji disebut uji silang negatif, dan transplantasi dapat dilakukan.
Pembedahan untuk cangkok ginjal biasanya memakan waktu 3 sampai 4 jam. Lama rawat di rumah sakit biasanya adalah satu minggu. Setelah keluar dari rumah sakit, resipien masih harus melakukan kunjungan secara teratur untuk memfollow-up hasil pencangkokan.
Sedangkan bagi pendonor hidup, waktu yang dibutuhkan hampir sama dengan resipien. Walaupun demikian, karena teknik operasi untuk mengangkat ginjal donor semakin maju, maka waktu rawat menjadi lebih pendek, mungkin 2 sampai 3 hari.
Komplikasi
Setelah transplantasi, dokter akan memberikan penderita obat imunosupresan, yang berguna untuk mencegah reaksi penolakan, yaitu reaksi dimana sistem tubuh menyerang ginjal baru yang dicangkokkan. Obat imunosupresan harus diminum setiap hari selama ginjal baru terus berfungsi. Kadang-kadang, reaksi penolakan tetap terjadi walaupun penderita sudah minum obat imunosupresan. Jika hal ini terjadi, penderita harus kembali menjalani dialisis, atau melakukan transplantasi dengan ginjal lain.
Obat imunosupresan akan melemahkan daya tahan tubuh, sehingga dapat mempermudah timbulnya infeksi. Beberapa jenis obat imunosupresan juga dapat merubah penampilan. Wajah akan tampak lebih gemuk, berat badan bertambah, timbul jerawat, atau bulu di wajah. Tetapi tidak semua resipien mengalami gejala tersebut. Selain itu, imunosupresan juga dapat menyebabkan katarak, diabetes, asam lambung berlebihan, tekanan darah tinggi, dan penyakit tulang.
Keuntungan Transplantasi Ginjal
  • Ginjal baru akan bekerja seperti halnya ginjal normal.
  • Penderita akan merasa lebih sehat dan "lebih nomal".
  • Penderita tidak perlu melakukan dialisis
  • Penderita yang mempunyai usia harapan hidup yang lebih besar.
Kekurangan Transplantasi Ginjal
  • Butuh proses pembedahan besar.
  • Proses untuk mendapatkan ginjal lebih sulit atau lebih lama.
  • Tubuh menolak ginjal yang dicangkokkan.
  • Penderita harus rutin minum obat imunosupresan, yang mempunyai banyak efek samping.

diposting oleh :Erna farida
kelas :2-d
052001D09130

Tumor Ganas Jinak Pada Ginjal

Tumor Jinak Pada Ginjal

1. Tumor Jinak
Tumor mulai pada sel-sel, blok-blok bangunan yang membentuk jaringan-jaringan. Jaringan-jaringan membentuk organ-organ tubuh.
Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh memerlukan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menua, mereka mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka. Adakalanya proses yang teratur ini berjalan salah. Sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel tua tidak mati ketika mereka seharusnya mati. Sel-sel ekstra ini dapat membentuk suatu massa dari jaringan yang disebut suatu pertumbuhan atau tumor.
a. Hamartoma Ginjal
Definisi
Hamartoma atau angiomiolipoma ginjal adalah tumor ginjal yang terdiri atas komponen lemak, pembuluh darah dan otot polos. Tumor jinak ini biasanya bulat atau lonjong dan menyebabkan terangkatnya simpai ginjal. Lima puluh persen dari hamartoma ginjal adalah pasien Tuberous sklerosis atau penyakit Bournville yaitu suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan retardasi mental, epilepsi, adenoma seseum dan terdapat hamartoma di retina, hepar, tulang, pankreas dan ginjal. Tumor ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria dengan perbandingan 4 : 1 (Basuki, 2003).
Gambaran Klinis
Jika tidak bersamaan dengan penyakit Tuberous sklerosis, hamartoma ginjal sering tanpa menunjukkan gejala dan kadang-kadang didapatkan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin dengan ultrasonografi abdomen(Basuki, 2003).
Gejala klinis yang mungkin dikeluhkan adalah : nyeri pinggang, hematuria, gejala obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang kala terdapat gejala perdarahan rongga retroperitonial(Basuki, 2003).
b. Fibroma Renalis
Tumor jinak ginjal yang paling sering ditemukan ialah fibroma renalis atau tumor sel interstisial reno-medulari. Tumor ini biasanya ditemukan secara tidak sengaja sewaktu melakukan autopsi, tanpa adanya tanda ataupun gejala klinis yang signifikan. Fibroma renalis berupa benjolan massa yang kenyal keras, dengan diameter kurang dari 10 mm yang terletak dalam medula atau papilla. Tumor tersusun atas sel spindel dengan kecenderungan mengelilingi tubulus di dekatnya.
c. Adenoma Korteks Benigna
Adenoma koreteks benigna merupakan tumor berbentuk nodulus berwarna kuning kelabu dengan diameter biasanya kurang dari 20 mm, yang terletak dalam korteks ginjal. Tumor ini jarang ditemukan, pada autopsi didapat sekitar 20% dari seluruh autopsi yang dilakukan. Secara histologis tidak jelas perbedaannya dengan karsinoma tubulus renalis ; keduanya tersusun atas sel besar jernih dengan inti kecil. Perbedaannya ditentukan hanya berdasarkan ukurannya ; tumor yang berdiameter kurang dari 30 mm ditentukan sebagai tumor jinak. Perbedaan ini sepenuhnya tidak dapat dipegang sebab karsinoma stadium awal juga mempunyai diameter kurang dari 30 mm. Proses ganas dapat terjadi pada adenoma korteks.
d. Onkositoma
Onkositoma merupakan subtipe dari adenoma yang sitoplasma granulernya (tanda terhadap adanya mitokondria yang cukup besar dan mengalami distorsi) banyak ditemukan. Onkositoma kadang-kadang dapat begitu besar sehingga mudah dikacaukan dengan karsinoma sel renalis.
e. Tumor Jinak Lainnya
Tumor jinak dapat timbul dari jenis sel apapun dari dalam ginjal. Beberapa menyebabkan masalah klinis, seperti hemangioma yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, sehingga memberikan rasa nyeri atau merupakan predisposisi kehilangan darah yang banyak sewaktu terjadi trauma.Tumor yang jarang ditemukan ialah tumor sel jukstaglomerulor yang memproduksi renin yang merupakan penyebab terjadinya hipertensi (Underwood, 2000). Jenis tumor lain yang pernah ditemui adalah lipoma dan leiomioma (De Jong, 2000)
2. Tumor Ganas (Kanker)
Tumor ginjal yang ganas biasanya berupa tumor padat yang berasal dari urotelium, yaitu karsinoma sel transisional atau berasal dari sel epitel ginjal atau adenokarsinoma, yaitu tumor Grawitz atau dari sel nefroblas, yaitu tumor Wilms.
a. Adenokarsinoma Ginjal
Adenokarsinoma ginjal adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimalis ginjal. Tumor ini paling sering ditemukan pada umur lebih dari 50 tahun.
Angka kejadian pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2 : 1. Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40 tahun), tetapi dapat pula menyerang usia yang lebih muda.
Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai : tumor Grawitz, Hipernefroma, Karsinoma sel Ginjal atau Internist tumor (Basuki, 2003).

Etiologi
Dalam keadaan normal, sel-sel di dalam saluran kemih tumbuh dan membelah secara wajar. Tetapi kadang sel-sel mulai membelah diluar kendali dan menghasilkan sel-sel baru meskipun tubuh tidak memerlukannya.
Hal ini akan menyebabkan terbentuknya suatu massa yang terdiri jaringan berlebihan, yang dikenal sebagai tumor.
Tidak semua tumor merupakan kanker (keganasan). Tumor yang ganas disebut tumor maligna. Sel-sel dari tumor ini menyusup dan merusak jaringan di sekitarnya.
Sel-sel ini juga keluar dari tumor asalnya dan memasuki aliran darah atau sistem getah bening dan akan terbawa ke bagian tubuh lainnya (proses ini dikenal sebagai metastase tumor).
Tanpa penanganan proses lokal ini meluas dengan bertumbuh terus ke dalam jaringan sekelilingnya dan dengan bermetastasis menyebabkan kematian. Progesifitasnya berbeda-beda, karena itu periode sakit total bervariasi antara beberapa bulan dan beberapa tahun.
Yang diindikasikan sebagai faktor etiologi ialah predisposisi genetik yang diperlihatkan dengan adanya hubungan kuat dengan penyakit Hippel-Lindau (hemangioblastoma serebelum, angiomata retina dan tumor ginjal bilateral) suatu kelainan herediter yang jarang (Underwood, 2000).
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menemukan faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko terjadinya kanker ginjal. Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan timbulnya kanker ginjal.
Faktor resiko lainnya antara lain :
  • Kegemukan
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi)
  • Lingkungan kerja (pekerja perapian arang di pabrik baja memiliki resiko tinggi, juga pekerja yang terpapar oleh asbes)
  • Dialisa (penderita gagal ginjal kronis yang menjalani dialisa menahun memiliki resiko tinggi)
  • Penyinaran
  • Penyakit Von Hippel-Lindau.
Patologi
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada di dalam korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Tidak jarang ditemukan kista-kista yang berasal dari tumor yang mengalami nekrosis dan diresorbsi.
Cara penyebaran bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke jaringan sekitarnya dan melalui pembuluh limfe atau v. Renalis. Metastasis tersering ialah ke kelenjar getah bening ipsilateral, paru, kadang ke hati, tulang , adrenal dan ginjal kontralateral (De Jong, 2000).
Gejala dan Tanda Klinis
Didapatkan ketiga tanda trias klasik berupa: nyeri pinggang, hematuria dan massa pada pinggang merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut. Nyeri terjadi akibat invasi tumor ke dalam organ lain, sumbatan aliran urin atau massa tumor yang menyebabkan peregangan kapsula fibrosa ginjal.
Secara klinis kelainan ini terpaparkan sebagai keluhan hematuria.
Febris yang disebabkan karena nekrosis tumor atau terbebasnya pirogen endogen oleh tumor ginjal.
Hipertensi yang mungkin disebabkan karena: oklusi vaskuler akibat penekanan oleh tumor, terjadinya A-V (arteri-venous) shunting pada massa tumor atau hasil produksi subtansi pressor oleh tumor.Anemi karena terjadinya perdarahan intra tumoral
Varikokel akut yang tidak mengecil dengan posisi tidur. Varikokel ini terjadi akibat obstruksi vena spermatika interna karena terdesak oleh tumor ginjal atau tersumbat oleh trombus sel-sel tumor
Tanda-tanda metastasis ke paru atau hepar.
Kadang-kadang ditemukan sindroma paraneoplastik, yang terdiri atas:
(1) Sindroma Staufer (penurunan fungsi liver yang tidak ada hubungannya dengan metastasis pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area pada liver),
(2) hiperkalsemia (terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) polisitemia akibat peningkatan produksi eritropoietin oleh tumor, dan (4) hipertensi akibat meningkatnya kadar renin(Basuki, 2003)
Diagnosa
  • Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba/dirasakan benjolan di perut.
    Jika dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa pemeriksaan berikut:
  • Urografi intravena
  • USG
  • CT scan
  • MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.
    Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa.
    Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis.
Terapi
  • Nefrektomi. Tumor yang masih dalam stadium dini dilakukan nefrektomi radikal yaitu mengangkat ginjal beserta kapsula gerota.
  • Hormonal. Penggunaan terapi hormonal belum banyak diketahui hasilnya.
  • Imunoterapi. Pemberian imunoterapi dengan memakai interferon atau dikombinasikan dengan interleukin saat ini sedang dicoba di negara-negara maju. Mahal biayanya.
  • Radiasi Eksterna. Radiasi eksterna tidak banyak memberi manfaat pada adenokarsinoma ginjal karena tumor ini adalah tumor yang radioresisten (Basuki, 2003).
  • Sitostatika. Demikian pula pemakaian sitostatika tidak banyak memberikan manfaat pada tumor ginjal (Basuki, 2003).
Prognosis
Jika kanker belum menyebar, maka pengangkatan ginjal yang terkena dan pengangkatan kelenjar getah bening akan memberikan peluang untuk sembuh.Jika tumor telah menyusup ke dalam vena renalis dan bahkan telah mencapai vena kava, tetapi belum menyebar sisi tubuh yang jauh, maka pembedahan masih bisa memberikan harapan kesembuhan. Tetapi kanker ginjal cenderung menyebar dengan cepat, terutama ke paru-paru.
Jika kanker telah menyebar ke tempat yang jauh, maka prognosisnya jelek karena tidak dapat diobati dengan penyinaran, kemoterapi maupun hormon.
B. Nefroblastoma atau Tumor Wilms
Nefroblastoma adalah tumor ginjal yang banyak menyerang anak berusia kurang dari 10 tahun dan paling sering dijumpai pada umur 3,5 tahun. Paling banyak menyerang anak-anak. Insiden puncaknya antara umur 1- 4 tahun. Anak perempuan dan laki-laki sama banyaknya. (Underwood, 2000). Tumor Wilm sering diikuti dengan kelainan bawaan berupa: anridia, hemihipertrofi dan anomali organ urogenitalia (Basuki, 2003)
Patologi
Tumor berasal dari blastema metanefrik dan terdiri atas blastema, stroma dan epitel. Kadang tidak tampak unsur epitel atau stroma (De Jong, 2000).
Secara makroskopis tumor ini tampak sebagai massa yang besar dan sering meluas menembus kapsula dan menginfiltrasi jaringan lemak perinefrik dan bahkan sampai ke dasar mesenterium. Daerah perdarahan dan nekrosis sering ditemukan menyatu dengan jaringan tumor solid yang berwarna putih bersama dengan daerah kartilago dan musinosa. Secara histologis kedua jaringan epitel dan mesenkim dapat ditemukan dimana tumor berasal dari jaringan mesonefrik mesoderm.
Glomerolus dan tubulus terbentuk tidak sempurna yang terletak dalam stroma sel spindel.
Penyebaran
Setelah keluar dari kapsul ginjal tumor akan mengadakan invasi ke organ di sekitarnya dan menyebar secara limfogen melalui kelenjar limfe para aorta. Penyebaran secara hematogen melalui vena renalis ke vena kava kemudian mengadakan metastasis ke paru (85%), hati (10%) dan bahkan pada stadium lanjut menyebar ke ginjal kontralateral (Basuki, 2003).
Gambaran Klinis
Perutnya membuncit, nyeri abdomen, ada benjolan di perut sebelah atas atau hematuria. kencing berdarah. Pada pemeriksaan kadang-kadang didapatkan hipertensi, massa padat pada perut sebelah atas yang kadang-kadang telah melewati garis tengah dan sulit digerakkan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen terdapat massa padat pada perut (retroperitonial) sebelah atas.
C. Tumor Pelvis Renalis
Sesuai dengan jenis histopatologinya tumor ini dibedakan dalam dua jenis yaitu (1) karsinoma sel transitional dan (2) karsinoma sel skuamosa. Seperti halnya mukosa yang terdapat pada kaliks, buli-buli dan uretra proksimal, pielum juga dilapisi oleh sel-sel transitional dan mempunyai kemungkinan untuk menjadi karsinoma transitional. Karsinoma sel skuamosa biasanya merupakan metaplasia sel-sel pelvis renalis karena adanya batu yang menahun pada pelvis renalis (Basuki, 2003).
Etiologi
Ditemukan hubungan antara tumor ini dengan penyalahgunaan pemakaian obat analgesik, dan terkena zat warna anilin yang digunakan pada pewarnaan, karet, plastik dan industri gas.
Gambaran Klinis
Yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah kencing darah (80%), kadang-kadang disertai dengan nyeri pinggang dan teraba massa pada pinggang. Keadaan tersebut disebabkan oleh massa tumor atau akibat obstruksi oleh tumor yang menimbulkan hidronefrosis (Basuki, 2003).


tumor ginjal ganas dan jinak


    Seperti organ tubuh lainnya, ginjal kadang bisa mengalami kanker. Pada dewasa, jenis kanker ginjal yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel ginjal (adenokarsinoma renalis, hipernefroma), yang berasal dari sel-sel yang melapisi tubulus renalis.
Wilms tumor atau nephroblastoma adalah jenis tumor yang sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 10 tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa.
Sebagian besar tumor ginjal yang solid (padat) adalah kanker, sedangkan kista (rongga berisi cairan) atau tumor biasanya jinak.
Klasifikasi Tumor Ginjal
1. Tumor Jinak
Tumor mulai pada sel-sel, blok-blok bangunan yang membentuk jaringan-jaringan. Jaringan-jaringan membentuk organ-organ tubuh.
Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika tubuh memerlukan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menua, mereka mati, dan sel-sel baru mengambil tempat mereka. Adakalanya proses yang teratur ini berjalan salah. Sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel tua tidak mati ketika mereka seharusnya mati. Sel-sel ekstra ini dapat membentuk suatu massa dari jaringan yang disebut suatu pertumbuhan atau tumor.
a. Hamartoma Ginjal
Definisi
Hamartoma atau angiomiolipoma ginjal adalah tumor ginjal yang terdiri atas komponen lemak, pembuluh darah dan otot polos. Tumor jinak ini biasanya bulat atau lonjong dan menyebabkan terangkatnya simpai ginjal. Lima puluh persen dari hamartoma ginjal adalah pasien Tuberous sklerosis atau penyakit Bournville yaitu suatu kelainan bawaan yang ditandai dengan retardasi mental, epilepsi, adenoma seseum dan terdapat hamartoma di retina, hepar, tulang, pankreas dan ginjal. Tumor ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria dengan perbandingan 4 : 1 (Basuki, 2003).
Gambaran Klinis
Jika tidak bersamaan dengan penyakit Tuberous sklerosis, hamartoma ginjal sering tanpa menunjukkan gejala dan kadang-kadang didapatkan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin dengan ultrasonografi abdomen(Basuki, 2003).
Gejala klinis yang mungkin dikeluhkan adalah : nyeri pinggang, hematuria, gejala obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang kala terdapat gejala perdarahan rongga retroperitonial(Basuki, 2003).
b. Fibroma Renalis
Tumor jinak ginjal yang paling sering ditemukan ialah fibroma renalis atau tumor sel interstisial reno-medulari. Tumor ini biasanya ditemukan secara tidak sengaja sewaktu melakukan autopsi, tanpa adanya tanda ataupun gejala klinis yang signifikan. Fibroma renalis berupa benjolan massa yang kenyal keras, dengan diameter kurang dari 10 mm yang terletak dalam medula atau papilla. Tumor tersusun atas sel spindel dengan kecenderungan mengelilingi tubulus di dekatnya.
c. Adenoma Korteks Benigna
Adenoma koreteks benigna merupakan tumor berbentuk nodulus berwarna kuning kelabu dengan diameter biasanya kurang dari 20 mm, yang terletak dalam korteks ginjal. Tumor ini jarang ditemukan, pada autopsi didapat sekitar 20% dari seluruh autopsi yang dilakukan. Secara histologis tidak jelas perbedaannya dengan karsinoma tubulus renalis ; keduanya tersusun atas sel besar jernih dengan inti kecil. Perbedaannya ditentukan hanya berdasarkan ukurannya ; tumor yang berdiameter kurang dari 30 mm ditentukan sebagai tumor jinak. Perbedaan ini sepenuhnya tidak dapat dipegang sebab karsinoma stadium awal juga mempunyai diameter kurang dari 30 mm. Proses ganas dapat terjadi pada adenoma korteks.
d. Onkositoma
Onkositoma merupakan subtipe dari adenoma yang sitoplasma granulernya (tanda terhadap adanya mitokondria yang cukup besar dan mengalami distorsi) banyak ditemukan. Onkositoma kadang-kadang dapat begitu besar sehingga mudah dikacaukan dengan karsinoma sel renalis.
e. Tumor Jinak Lainnya
Tumor jinak dapat timbul dari jenis sel apapun dari dalam ginjal. Beberapa menyebabkan masalah klinis, seperti hemangioma yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, sehingga memberikan rasa nyeri atau merupakan predisposisi kehilangan darah yang banyak sewaktu terjadi trauma.Tumor yang jarang ditemukan ialah tumor sel jukstaglomerulor yang memproduksi renin yang merupakan penyebab terjadinya hipertensi (Underwood, 2000). Jenis tumor lain yang pernah ditemui adalah lipoma dan leiomioma (De Jong, 2000)
2. Tumor Ganas (Kanker)
Tumor ginjal yang ganas biasanya berupa tumor padat yang berasal dari urotelium, yaitu karsinoma sel transisional atau berasal dari sel epitel ginjal atau adenokarsinoma, yaitu tumor Grawitz atau dari sel nefroblas, yaitu tumor Wilms.
a. Adenokarsinoma Ginjal
Adenokarsinoma ginjal adalah tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimalis ginjal. Tumor ini paling sering ditemukan pada umur lebih dari 50 tahun.
Angka kejadian pada pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2 : 1. Meskipun tumor ini biasanya banyak diderita pada usia lanjut (setelah usia 40 tahun), tetapi dapat pula menyerang usia yang lebih muda.
Tumor ini dikenal dengan nama lain sebagai : tumor Grawitz, Hipernefroma, Karsinoma sel Ginjal atau Internist tumor (Basuki, 2003).
Etiologi
Dalam keadaan normal, sel-sel di dalam saluran kemih tumbuh dan membelah secara wajar. Tetapi kadang sel-sel mulai membelah diluar kendali dan menghasilkan sel-sel baru meskipun tubuh tidak memerlukannya.
Hal ini akan menyebabkan terbentuknya suatu massa yang terdiri jaringan berlebihan, yang dikenal sebagai tumor.
Tidak semua tumor merupakan kanker (keganasan). Tumor yang ganas disebut tumor maligna. Sel-sel dari tumor ini menyusup dan merusak jaringan di sekitarnya.
Sel-sel ini juga keluar dari tumor asalnya dan memasuki aliran darah atau sistem getah bening dan akan terbawa ke bagian tubuh lainnya (proses ini dikenal sebagai metastase tumor).
Tanpa penanganan proses lokal ini meluas dengan bertumbuh terus ke dalam jaringan sekelilingnya dan dengan bermetastasis menyebabkan kematian. Progesifitasnya berbeda-beda, karena itu periode sakit total bervariasi antara beberapa bulan dan beberapa tahun.
Yang diindikasikan sebagai faktor etiologi ialah predisposisi genetik yang diperlihatkan dengan adanya hubungan kuat dengan penyakit Hippel-Lindau (hemangioblastoma serebelum, angiomata retina dan tumor ginjal bilateral) suatu kelainan herediter yang jarang (Underwood, 2000).
Penyebab mengganasnya sel-sel ginjal tidak diketahui. Tetapi penelitian telah menemukan faktor-faktor tertentu yang tampaknya meningkatkan resiko terjadinya kanker ginjal. Merokok merupakan faktor resiko yang paling dekat dengan timbulnya kanker ginjal.
Faktor resiko lainnya antara lain :
  • Kegemukan
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi)
  • Lingkungan kerja (pekerja perapian arang di pabrik baja memiliki resiko tinggi, juga pekerja yang terpapar oleh asbes)
  • Dialisa (penderita gagal ginjal kronis yang menjalani dialisa menahun memiliki resiko tinggi)
  • Penyinaran
  • Penyakit Von Hippel-Lindau.
Patologi
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis ginjal yang mula-mula berada di dalam korteks, dan kemudian menembus kapsul ginjal. Tidak jarang ditemukan kista-kista yang berasal dari tumor yang mengalami nekrosis dan diresorbsi.
Cara penyebaran bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke jaringan sekitarnya dan melalui pembuluh limfe atau v. Renalis. Metastasis tersering ialah ke kelenjar getah bening ipsilateral, paru, kadang ke hati, tulang , adrenal dan ginjal kontralateral (De Jong, 2000).
Gejala dan Tanda Klinis
Didapatkan ketiga tanda trias klasik berupa: nyeri pinggang, hematuria dan massa pada pinggang merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut. Nyeri terjadi akibat invasi tumor ke dalam organ lain, sumbatan aliran urin atau massa tumor yang menyebabkan peregangan kapsula fibrosa ginjal.
Secara klinis kelainan ini terpaparkan sebagai keluhan hematuria.
Febris yang disebabkan karena nekrosis tumor atau terbebasnya pirogen endogen oleh tumor ginjal.
Hipertensi yang mungkin disebabkan karena: oklusi vaskuler akibat penekanan oleh tumor, terjadinya A-V (arteri-venous) shunting pada massa tumor atau hasil produksi subtansi pressor oleh tumor.Anemi karena terjadinya perdarahan intra tumoral
Varikokel akut yang tidak mengecil dengan posisi tidur. Varikokel ini terjadi akibat obstruksi vena spermatika interna karena terdesak oleh tumor ginjal atau tersumbat oleh trombus sel-sel tumor
Tanda-tanda metastasis ke paru atau hepar.
Kadang-kadang ditemukan sindroma paraneoplastik, yang terdiri atas:
(1) Sindroma Staufer (penurunan fungsi liver yang tidak ada hubungannya dengan metastasis pada hepar dengan disertai nekrosis pada berbagai area pada liver),
(2) hiperkalsemia (terdapat pada 10% kasus kanker ginjal), (3) polisitemia akibat peningkatan produksi eritropoietin oleh tumor, dan (4) hipertensi akibat meningkatnya kadar renin(Basuki, 2003)
Diagnosa
  • Pada pemeriksaan fisik, kadang bisa diraba/dirasakan benjolan di perut.
    Jika dicurigai kanker ginjal, maka dilakukan beberapa pemeriksaan berikut:
  • Urografi intravena
  • USG
  • CT scan
  • MRI bisa memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.
    Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk dilakukan analisa.
    Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis.
Terapi
  • Nefrektomi. Tumor yang masih dalam stadium dini dilakukan nefrektomi radikal yaitu mengangkat ginjal beserta kapsula gerota.
  • Hormonal. Penggunaan terapi hormonal belum banyak diketahui hasilnya.
  • Imunoterapi. Pemberian imunoterapi dengan memakai interferon atau dikombinasikan dengan interleukin saat ini sedang dicoba di negara-negara maju. Mahal biayanya.
  • Radiasi Eksterna. Radiasi eksterna tidak banyak memberi manfaat pada adenokarsinoma ginjal karena tumor ini adalah tumor yang radioresisten (Basuki, 2003).
  • Sitostatika. Demikian pula pemakaian sitostatika tidak banyak memberikan manfaat pada tumor ginjal (Basuki, 2003).
Prognosis
Jika kanker belum menyebar, maka pengangkatan ginjal yang terkena dan pengangkatan kelenjar getah bening akan memberikan peluang untuk sembuh.Jika tumor telah menyusup ke dalam vena renalis dan bahkan telah mencapai vena kava, tetapi belum menyebar sisi tubuh yang jauh, maka pembedahan masih bisa memberikan harapan kesembuhan. Tetapi kanker ginjal cenderung menyebar dengan cepat, terutama ke paru-paru.
Jika kanker telah menyebar ke tempat yang jauh, maka prognosisnya jelek karena tidak dapat diobati dengan penyinaran, kemoterapi maupun hormon.
B. Nefroblastoma atau Tumor Wilms
Nefroblastoma adalah tumor ginjal yang banyak menyerang anak berusia kurang dari 10 tahun dan paling sering dijumpai pada umur 3,5 tahun. Paling banyak menyerang anak-anak. Insiden puncaknya antara umur 1- 4 tahun. Anak perempuan dan laki-laki sama banyaknya. (Underwood, 2000). Tumor Wilm sering diikuti dengan kelainan bawaan berupa: anridia, hemihipertrofi dan anomali organ urogenitalia (Basuki, 2003)
Patologi
Tumor berasal dari blastema metanefrik dan terdiri atas blastema, stroma dan epitel. Kadang tidak tampak unsur epitel atau stroma (De Jong, 2000).
Secara makroskopis tumor ini tampak sebagai massa yang besar dan sering meluas menembus kapsula dan menginfiltrasi jaringan lemak perinefrik dan bahkan sampai ke dasar mesenterium. Daerah perdarahan dan nekrosis sering ditemukan menyatu dengan jaringan tumor solid yang berwarna putih bersama dengan daerah kartilago dan musinosa. Secara histologis kedua jaringan epitel dan mesenkim dapat ditemukan dimana tumor berasal dari jaringan mesonefrik mesoderm.
Glomerolus dan tubulus terbentuk tidak sempurna yang terletak dalam stroma sel spindel.
Penyebaran
Setelah keluar dari kapsul ginjal tumor akan mengadakan invasi ke organ di sekitarnya dan menyebar secara limfogen melalui kelenjar limfe para aorta. Penyebaran secara hematogen melalui vena renalis ke vena kava kemudian mengadakan metastasis ke paru (85%), hati (10%) dan bahkan pada stadium lanjut menyebar ke ginjal kontralateral (Basuki, 2003).
Gambaran Klinis
Perutnya membuncit, nyeri abdomen, ada benjolan di perut sebelah atas atau hematuria. kencing berdarah. Pada pemeriksaan kadang-kadang didapatkan hipertensi, massa padat pada perut sebelah atas yang kadang-kadang telah melewati garis tengah dan sulit digerakkan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen terdapat massa padat pada perut (retroperitonial) sebelah atas.
C. Tumor Pelvis Renalis
Sesuai dengan jenis histopatologinya tumor ini dibedakan dalam dua jenis yaitu (1) karsinoma sel transitional dan (2) karsinoma sel skuamosa. Seperti halnya mukosa yang terdapat pada kaliks, buli-buli dan uretra proksimal, pielum juga dilapisi oleh sel-sel transitional dan mempunyai kemungkinan untuk menjadi karsinoma transitional. Karsinoma sel skuamosa biasanya merupakan metaplasia sel-sel pelvis renalis karena adanya batu yang menahun pada pelvis renalis (Basuki, 2003).
Etiologi
Ditemukan hubungan antara tumor ini dengan penyalahgunaan pemakaian obat analgesik, dan terkena zat warna anilin yang digunakan pada pewarnaan, karet, plastik dan industri gas.
Gambaran Klinis
Yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah kencing darah (80%), kadang-kadang disertai dengan nyeri pinggang dan teraba massa pada pinggang. Keadaan tersebut disebabkan oleh massa tumor atau akibat obstruksi oleh tumor yang menimbulkan hidronefrosis (Basuki, 2003).


diposting oleh: Rida rohayanti
kelas: 2-D
052001D09146

Sabtu, 16 April 2011

Askep. Nefrotik Sindrom

Konsep Asuhan Keperawatan ( Askep ) pada Sindrom Nefrotik
1.      Pengkajian
a.       Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
b.      Riwayat Kesehatan.
1)      Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2)      Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
3)      Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c.       Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d.      Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e.       Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f.       Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h.      Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
i.        Pengkajian persistem.
a)      Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
b)      Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c)      Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d)     Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e)      Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f)       Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g)      Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h)      Sistem endokrin
Dalam batas normal
i)        Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j.        Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
2.      Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom Nefrotik
a)      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :
1.      Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional : Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja  hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
b)      Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi :
1.      Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional : Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
2.      Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
3.      Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk.
c)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1.      Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. Rasional : Meminimalkan masuknya organisme.
2.      Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4.      Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional : Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.
d)     Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi :
1.      Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya.
2.      Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan hubungan, meningkatan  ekspresi perasaan.
3.      Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
4.      Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.

 Di Posting oleh : Erna Farida